RESUSITASI JANTUNG PARU 2010


RESUSITASI JANTUNG PARU AHA 2010

Ns. Andry Sartika, S.Kep.,M.Kep

Tindakan resusitasi jantung paru (RJP) merupakan serangkaian usaha penyelamatan hidup pada kondisi henti jantung dan henti nafas. Biasanya dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis, namun mengingat henti jantung/nafas dapat terjadi dimana saja, sebaiknya semua orang termasuk masyarakat awam dapat melakukan tindakan ini. Tindakan RJP akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Tantangan utamanya adalah bagaimana melakukan RJP lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif.
Tindakan RJP saat ini mengacu kepada pedoman yang dikeluarkan oleh American Heart Asociation (AHA). Langkah-langkah RJP selalu dievaluasi secara menyeluruh sesuai dengan perkembangan kemajuan ilmu.
RJP terdiri dari tindakan kompresi dada dan pernafasan buatan untuk mempertahankan sistim sirkulasi darah, pernafasan dan oksigenasi selama henti jantung terjadi. Tindakan ini akan efektif jika dilakukan oleh orang yang terlatih.  Berdasarkan pedoman RJP 2010 dari AHA, bagi penolong yang tidak terlatih dianjurkan untuk melakukan COCPR (Compression Only CPR) atau RJP dengan hanya compresi dada tanpa pernafasan buatan sebagai standar RJP.
Beberapa perubahan penting yang ada pada pedoman RJP 2010 adalah

 1.      Urutan tindakan menjadi C A B, bukan A B C
Pada  pedoman RJP sebelumnya, kita melakukan tindakan dengan urutan  ABC: airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, setelah itu dilanjutkan dengan airway dan breathing. RJP ini dilakukan baik untuk dewasa, anak dan bayi, kecuali bayi baru lahir.
 Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengurangi keterlambatan tindakan RJP, karena dimulai dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh semua orang. Kompresi dada dapat dilakukan segera tanpa alat, sedangkan tindakan membuka jalan nafas dan ventilasi memerlukan waktu sehingga menunda tindakan resusitasi hingga + 18 detik.  Selain itu pada orang dewasa henti jantung kebanyakan disebabkan oleh fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel, yang dapat segera ditolong dengan tindakan kompresi dada atau defibrilasi.
Pada kasus henti jantung yang terjadi pada orang dewasa, penolong yang tidak terlatih dapat melakukan Hands only CPR (RJP dengan hanya melakukan kompresi dada).  Sedangkan penolong yang terlatih dapat melakukan kompresi dada dan bantuan nafas buatan dengan perbandingan 30 kompresi dada dan 2 kali pernafasan. Kasus henti jantung yang terjadi pada pediatrik, dianjurkan tetap melakukan kombinasi kompresi dan bantuan pernafasan.

 2. Kedalaman Kompresi Dada
AHA merekomendasikan untuk melakukan penekanan dada minimal 2 inchi (5 cm) pada orang dewasa.  Pada rekomendasi sebelumnya kedalaman kompresi adalah 1.5 – 2 inchi.  Penolong seringkali kurang cukup kuat saat melakukan kompresi dada.  Jika dilakukan tidak efektif, hal ini akan menyebabkan aliran oksigen ke otak, jantung dan distribusi obat tidak berjalan dengan baik. 

 3. Kecepatan Kompresi Dada
AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada minimal 100 kali  per menit. Sedangkan pada pedoman tahun 2005 rekomendasinya adalah: kecepatan kompresi sekitar 100 x per menit.  Perubahan redaksi ini karena didapatkan bahwa jumlah kompresi per menit yang dilakukan berkaitan dengan kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneus circulation, ROSC) dan bertahannya fungsi syaraf yang baik. Pada suatu penelitian terhadap pasien henti jantung di rumah sakit, jika dilakukan kompresi dada > 80 x/m berkaitan dengan ROSC.  Sedangkan data-data pasien dari luar rumah sakit yang bertahan sampai ke rumah sakit, umumnya dilakukan kompresi dada 68 – 89 x/m.  Pada penelitian lain didapatkan kemampuan survival pasien meningkat jika mendapat kompresi dada + 120x/m.

 4. Tidak Ada Lagi Looking, Listening dan Feeling
Pada saat seorang penolong menemukan pasien, dia segera melakukan pemeriksaan respon pasien disertai pemeriksaan pernafasan (lihat algoritme bantuan hidup dasar). Namun pemeriksaan pernafasan tidak dilakukan dengan looking, listening dan feeling, karena dianggap memperlambat tindakan resusitasi. Tindakan ini segera diikuti dengan memanggil bantuan, diikuti dengan kompresi dada. Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai. 
RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.  AHA juga merekomendasikan untuk membatasi/ mengurangi frekuensi dan lamanya jeda/interupsi saat melakukan kompresi dada.  Jika dua penolong atau lebih akan melakukan pertukaran dianjurkan agar dilakukan kurang dari 5 detik, setiap selesai  melakukan 5 siklus (+ 2 menit).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar