Konsep Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Ns. Andry Sartika, S.Kep.,M.Kep
Ns. Andry Sartika, S.Kep.,M.Kep
1. Pengertian Manajemen
Terpadu Balita Sakit
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita (bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun) (MTBS, Modul 1, 2004).
- Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah sot modul yang menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan dalam menangani balita sakit yang datang ke fasilitas rawat jalan. Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi promotif dan preventif. Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tanhun disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Di Indonesia, angka kematian bayi (AKB) 50/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita (AKABA) 64/1000 kelahiran hidup (Surkesnas, 2001)
- Dapatkah kawan simpulkan, jadi MTBS itu apa maksudnya?
2. Sejarah
Terbentuknya MTBS
- Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.
- Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
3.
Strategi dan Proses MTBS
Strategi MTBS memliliki 3 komponen khas yang
menguntungkan, yaitu:
- Komponen I: Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
- Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat kabupaten/kota).
- Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat), yang dikenal sebagai MTBS berbasis Masyarakat.
Proses manajemen kasus disusun dalam beberapa langkah
sebagai berikut :
- Menilai anak usia 2-5 bulan atau bayi muda usia 1 minggu sampai 2 bulan dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
- Membuat klasifikasi kategori untuk melaksanakan tindakan.
- Mengobati dengan memberikan resep, cara memberi obat dan tindakan lain yang perlu dilakuakn.
- Memberi konseling bagi ibu.
- Memberi pelayanan tidak lanjut.
Memilih bagan manajemen kasus harus tepat, yaitu
setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur penerimaan rawat jalan, gawat
darurat/tindakan, KB/KIA atau imunisasi yang setiap fasilitas kesehatan
mempunyai prosedur pendaftaran pasien. Jika belum ada tentukan dulu kelompok
usia anak.
4.
Konseling Dalam MTBS
- Konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf&Juntika,2005:9).
- Pengertian konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena keduanya merupakan sebuah keterkaitan. Muhamad Surya (1988:25) mengungkapkan bahwa konseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara Pribadi.Konseling dalam Alur MTBS. Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dari alur pelayanan sebelum MTBS. Materi meliputi kepatuhan minum obat, cara minum obat, menasehati cara pemberian makanan sesuai umur, memberi nasehat kapan melakukan kunjungan ulang atau kapan harus kembali segera.Dengan pemberian konseling diharapkan pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan anak di rumah, Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan konseling. Ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta menjadi pengingat cara perawatan di rumah.
B. Klasifikasi Manajemen Terpadu Balita Sakit
1. Umur 1 hari- 2 bulan
a. Penilaian Tanda dan
Gejala
Pada penilaian tanda dan gejala yang pertama kali
dilakukan pada balita umur 1 hari
sampai 2 bulan adalah:
1) Pertama menilai
adanya kejang
2) Kedua, adanya tanda
atau gejala gangguan nafas seperti adanya henti nafas lebih
dari 20 detik
3) Ketiga, adanya tanda
dan gejala hipotermia seperti penurunan suhu tubuh
4) Keempat, adanya tanda
atau gejala kemungkinan infeksi bakteri seperti
mengantuk atau letargi atau
tidak sadar
5) Kelima, adanya tanda
atau gejala ikterus
6) Keenam, adanya tanda
atau gejala gangguan saluran cerna seperti muntah segera
setelah minum
7) Ketujuh, adanya tanda
atau gejala diare
8) Kedelapan, adanya
tanda atau gejala kemungkinan berat badan rendah dan
masalah pemberian ASI
b. Penentuan Klasifikasi
dan Tingkat Kegawatan
Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan ini
digunakan untuk menentukan sejauh
mana tingkat kegawatan dari keadaan bayi yang
didapat dari masing-masing tanda dan
gejala, adalah sebagai berikut:
1) Klasifikasi kejang.
Apabila ditemukan tanda tremor yang disertai adanya
penurunan kesadaran,
terjadi gerakan yang tidak terkendali pada mulut, mata atau
anggota gerak lain,
mulut mencucu dan sebagainya.
2) Klasifikasi gangguan nafas. Apabila ditemukan adanya henti nafas (apnea) lebih
2) Klasifikasi gangguan nafas. Apabila ditemukan adanya henti nafas (apnea) lebih
dari 20
detik, nafas cepat ≥ 60 kali per menit, nafas lambat ≤ 30 kali per menit,
tampak sianosis, adanya tarikan dada sangat kuat.
3) Klasifikasi hipotermia. Sedang: Apabila ditemukan suhu tubuh pada bayi sekitar
3) Klasifikasi hipotermia. Sedang: Apabila ditemukan suhu tubuh pada bayi sekitar
36-36,4 C serta kaki atau tangan teraba dingin yang dapat disertai adanya
gerakan
pada bayi yang kurang normal. Hipotermia berat: apabila suhu tubuh
kurang dari 36 derajat celcius.
4) Klasifikasi
kemungkinan infeksi bakteri. Pertama infeksi bakteri sistemik apabila
ditemukan
anak selalu mengantuk/letargis atau tidak sadar, kejang, terdapat
gangguan
nafas. Kedua infeksi lokal berat bila ditemukan nanah pada daerah mata
keluar
dari telinga, tali pusar atau umbilicus terjadi kemerahan. Ketiga infeksi
bakteri lokal bila ditemukan adanya nanah yang keluar dari mata akan tetapi
jumlahnya masih sedikit, bau busuk, terjadi kerusakan kulit yang sedikit, tali
pusat
atau umbilicus tampak kemerahan.
5) Klasifikasi ikterus. Pada ikterus patologi bila ditemukan adanya kuning pada hari
5) Klasifikasi ikterus. Pada ikterus patologi bila ditemukan adanya kuning pada hari
kedua setelah lahir. Pada ikterus fisiologis dapat terjadi bila terjadi kuning
pada
umur 3 hari sampai 14 hari.
6) Klasifikasi gangguan cerna. Dijumpai bila tanda sebagai berikut; muntah segera
6) Klasifikasi gangguan cerna. Dijumpai bila tanda sebagai berikut; muntah segera
setelah
minum, atau berulang, berwarna hijau, gelisah, rewel dan perut bayi
kembung.
7) Klasifikasi diare. Diare dehidrasi berat, jika terdapat tanda seperti letargis atau
7) Klasifikasi diare. Diare dehidrasi berat, jika terdapat tanda seperti letargis atau
mengantuk atau
tidak sadar, mata cekung serta turgor jelek. Diare dehidrasi sedang
jika
ditemukan tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekuung serta turgor kulit
jelek. Diare tanpa dehidrasi bila hanya ada salah satu tanda dehidrasi berat
atau
ringan.
8) Klasifikasi BB rendah atau masalah pemberian ASI. Jika ditemukan tanda seperti
8) Klasifikasi BB rendah atau masalah pemberian ASI. Jika ditemukan tanda seperti
bayi sangat
kecil, BB kurang dari 200 gram umur kurang 28 hari, tidak bisa minum
ASI, tidak
melekat sama sekali, tidak mampu menghisap ASI.
2. Umur 2 bulan-5 Tahun
a. Penilaian Tanda dan
Gejala
Pada penenilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun ini
yang dinilai adalaha da tidaknya tanda bahaya
umum (tidak bisa minum atau menetek,
muntah, kejang, letargis atau tidak sadar)
dan keluhan seperti batuk atau kesukaran
bernafas, adanya diare, demam, masalah
telinga, malnutrisi, anemia dan lain-lain.
1) Penilaian pertama,
kleuhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke
dalam, stridor, nafas cepat.
2) Penilaian kedua,
keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis, mata cekung,
tidak bisa minum
atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau
banyak minu.
3) Penilaian ketiga,
tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum,
kaku kuduk dan adanya
infeksi lokal.
4) Penilaian keempat,
tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya
pembengkakkan.
5) Penilaian kelima,
tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua
kaki, telapak tangan pucat dan sebagainya.
b.
Penentuan klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
1) Klasifikasi
pneumonia. Berat, jika adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada
ke dalam, adanya stridor. Pneumonia jika ditemukan tanda frekuensi nafas yang
sangat
cepat. Batuk bukan pneumonia, bila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan
batuk.
2) Klasifikasi
dehidrasi. Berat, bila ada tanda dan gejala seperti letargis, mata cekung,
turgor jelek seklai. Ringan atau sedang dengan tanda gelisah, rewel, mata
cekung,
haus, turgor jelek. Diare tanpa dehidrasi, bila tidak cukup tanda
adanya dehidrasi.
3) Klasifikasi diare
persisten. Jika ditemukan diare sudah lebih dari 14 hari dengan
dikelompokkan menjadi dua kategori persisten berat, jika adanya tanda dehidrasi
dan
diare persisten bila tidak ditemukan tanda dehidrasi.
4) Klasifikasi
disentri. Bila diare disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya
bercampur dengan darah.
5) Klasifikasi resiko
malaria. Bila ditemukan bahaya umum dan disertai dengan kaku
kuduk.
6) Klasifikasi campak.
Campak dengan komplikasi berat, jika ditemukan adanya tanda
bahaya umum,
terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya luka di daerah mulut.
Campak dengan
komplikasi pada mata atau mulut bila ditemukan tanda mata bernanah
serta luka
dimulut dan ketiga klasifikasi campak bila hanya tanda khas campak.
7) Klasifikasi demam
berdarah dengue. Bila terjaid demam yang kurang dari 7 hari.
8) Klasifikasi status
gizi. Gizi buruk dan atau anemia berat, bila BB sangat kurus, adanya
bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan kepucatan.
Klasifikasi
dibawah garis merah dan atau anemia bila ditemukan tanda telapak
tangan agak pucat,
BB menurut umur di bawah garis merah dan ketiga, tidak bawah
garis merah dan tidak
anemia bila tidak ada tanda di atas.
Referensi
-
Depkes RI2001. Buku bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). Jakarta
-
Hidayat. A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak Jilid I. Jakarta